Tahan Amarah

Wednesday, April 8, 2009

SANGGUPKAH ANDA MENAHAN AMARAH?‎
‎"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskannya (melampiaskannya), maka ‎kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, ‎disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. ‎Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. ‎Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan ‎begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma’nawiyah (keimananan) seseorang.

Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih ‎dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi ‎dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong ‎hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.

Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. ‎Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu ‎merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan ‎dengan cara menumpahkan darah. Na’udzubillah.

Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi S.A.W. dengan maksud ‎ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik ‎padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa ‎tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat ‎agar mereka bersabar.

Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang ‎tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik ‎padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan ‎kerabat."

Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para sahabat, "Nah, kalau pada ‎waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar ‎lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, ‎maka ia selamat."

Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting ‎yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya ‎dengan taat dan ridha.

Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak ‎panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. ‎Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan ‎kezhaliman. Namun, Rasulullah S.A.W. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar ‎menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, ‎beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih ‎tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang ‎bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu saja, unta yang telah ‎mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan ‎untuk menempuh perjalan jauh.

Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas ‎kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena ‎kehormatan agama Allah.

Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan ‎memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)

Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya ‎keji dan kotor." (HR. Turmudzi).

Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu ‎menahan diri di kala mendapat ejekan. Maka, orang seperti inilah yang diharapkan ‎menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.

Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan ‎perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak ‎akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa ‎memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang ‎tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. ‎Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil ‎pasangannya.

Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh ‎pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. ‎Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah ‎memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.

Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang ‎lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara ‎membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, ‎sum’ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-‎amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi ‎Allah S.W.T.

Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya ‎beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan ‎mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." ‎Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi ‎kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau ‎suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, ‎engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan ‎engkau." (HR. Thabrani).

Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah ‎kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah ‎kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, ‎berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi ‎kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat ‎laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ‎ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).

0 comments:

Post a Comment

silahkan tingalkan komentar anda........

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP